Senin, 07 Maret 2011

PRAGMATISE POLITIK



Hadirnya kehidupan modern politik masyarakat datang ketika partai-partai politik berideologi khas untuk mendukung proses demokrasi yang akan dibangun. bagi publik ideologi menjadi anggota, simpatisan atau pun penentu pilihan dalam pemilu.
Tanpa realisasi ideologi hanya menjadi jaim “jaga image” Untuk politik pencitraan belaka, akibatnya pasca pemilihan rakyat akan terus-terusan ditipu, karena ideologi hanyalah ideologi yang menjadi kedok dengan klaim ideologisnya.
Jika ideologi diabaikan dan tak diimplementasikan, politik juga menjadi tidak jelas, sulit dipetakan, dan membingungkan konstituen. Jika begini, hasilnya, politik berideologi apa pun akan bermuara pada titik yang sama: terjebak pragmatisme belaka. Inilah “ideologi” yang lebih mementingkan keuntungan sesaat, mempribadi, dan mendewakan imbalan posisi materi.
Sayangnya, inilah fenomena yang dihadapi sistem demokrasi di Negara kita. Maka, tak heran jika “politik dagang sapi” atau money politics menjadi kata kunci jagat politik kita dewasa ini & “politik dagang sapi” atau money politics pun telah berakar rumput sampai wilayah politik Pemilihan Kepala Desa.
Penomena diatas tentu sangat memprihatinkan Karena cita-cita mulia menegakkan rezim politik demokratis ternyata dibajak oleh sikap yang mendewakan perilaku pragmatis dan egoistis. Adakah ini hanya eforia kebebasan yang sesaat ataukah karena Peranan Anjing yang selalu ingin mendapatkan suara banyak sehingga Uang jadi senjata ampuh untuk menaklukan  rakyat?
Akibatnya tidak ada perkembangan yang jelas ketika menggalang suara yang diandalkan materi alhasil kedepanya tidak akan menjadi jaminan untuk lebih memajukan perkembangan lebih baik di wilayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar