Kamis, 31 Maret 2011

Benarkah Mahasiswa Unsub Agent of Change?


Katanya, Mahasiswa adalah sekumpulan anak muda perubahan sosial “Agent Of Change” terbukti dari berbagai pergerakannya dari masa ke masa, kita sebut saja contohnya Pergerakan Budi Utomo pada tahun 1928, Pergerakan penurunan rejim sukarno tahun 1966, peristiwa malari tahun 1974, dan yang masih sangat kita ingat Tahun 1998 (Lumayan lah walaupun kita waktu itu duduk di bangku SD tapi kita sedikit banyaknya tau? Penuruna rejim soeharto dimana berpindahnya orde baru ke orde reformasi.

Dari berbagai contoh pergerakan mahasiswa diatas terbukti kalau mahasiswa itu memang benar Agent Of Change, tapi itu dulu dimana jaman mereka jaman mahasiswa tempo dulu. Lalu bagaimana dengan Mahasiswa sekarang? Bagaimana dengan Mahasiswa Unsub saat ini?...

Dapat kita lihat bagaimana mahasiswa sekarang lebih asik dengan kehidupan yang yang lebih mengarah ke kehidupan hedonisme (mungkin penulis juga masuk karena penulis saat ini masih berstatus mahasiswa), yang seharusnya menjadi ciri khas mahasiswa seperti diskusi, kontrol sosial, semuanya itu sudah tak nampak pada kehidupan mahasiswa saat ini khususnya mahasiswa Unsub. Banyak faktor yang membuat mahasiswa sekarang sangat berbeda 180o dengan mahasiswa dahulu seperti diskusi sudah menjadi hal yang asing bagi mayoritas mahasiswa sekarang, sehingga mahasiswa sekarang tak menjadi lagi sekumpulan anak muda yang mampu merubah kehidupan sosial..

Jumat, 25 Maret 2011

Hujan yang Indah


Hujan masih merintik di bibir genteng. Tempiasnya hantarkan dingin dan basah di lengan bajuku. Aku menyudut dan merapatkan tubuhku pada tembok teras yang sebagain catnya sudah mengelupas.
Hujan seperti tidak peduli dengan bunga-bunga yang kelelahan bergoyang-goyang ditimpa jatuhnya. Juga pada tanah yang tersiksa karena pori-porinya dipenuhi ruah genangan. Sekelebat kutangkap percikan sebuah rindu kepadamu.
Dulu. Hujan inilah yang pernah mengungkung kita di pada peraduan tak terpisah. Alangkah indahnya hujan waktu itu. Gemriciknya bak tetabuhan langit yang manjakan telinga batinku –dan batinmu– yang bersenandung bersama.
Aku lukis namamu pada permukaan kaca yang berembun tertiup dingin di luar: I love you. Dan selalu hujan yang samarkan kelembutan bisikmu di telingaku tentang kebahagiaan itu.
Hujan selalu sisakan aroma pada rerumputan, pada tanah dan pada aspal saat berhenti. Seperti ingin kekalkan keberadaannya pada matahari yang segera menggantinya. Buatku itu tak perlu. Hujan sudah terasa kekal basahi kekeringan di ulu hatiku pada rasa merinduimu.
Hujan tak kunjung berhenti. Ia sengaja mainkan iramanya pada setiap benda di bawahnya untuk menggodaku. Aku menghela nafas. Semakin lama gemricik hujan justru seperti menggerus kekuatan pikiranku satu persatu. Tetasnya tak lagi suarakan harmoni yang menenangkan kebekuanku. Sebaliknya, ia berubah menjadi milyaran tombak yang bersiap menghujam sepi karenamu.
Aku berlari menerobos setiap celah hujan. Dingin dan basah justru samarkan perasaan dan tangisanku memilu. Akankah hujan ini berakhir dan bawa sirna semua rasa? Entahlah…

Senin, 07 Maret 2011

PRAGMATISE POLITIK



Hadirnya kehidupan modern politik masyarakat datang ketika partai-partai politik berideologi khas untuk mendukung proses demokrasi yang akan dibangun. bagi publik ideologi menjadi anggota, simpatisan atau pun penentu pilihan dalam pemilu.
Tanpa realisasi ideologi hanya menjadi jaim “jaga image” Untuk politik pencitraan belaka, akibatnya pasca pemilihan rakyat akan terus-terusan ditipu, karena ideologi hanyalah ideologi yang menjadi kedok dengan klaim ideologisnya.
Jika ideologi diabaikan dan tak diimplementasikan, politik juga menjadi tidak jelas, sulit dipetakan, dan membingungkan konstituen. Jika begini, hasilnya, politik berideologi apa pun akan bermuara pada titik yang sama: terjebak pragmatisme belaka. Inilah “ideologi” yang lebih mementingkan keuntungan sesaat, mempribadi, dan mendewakan imbalan posisi materi.
Sayangnya, inilah fenomena yang dihadapi sistem demokrasi di Negara kita. Maka, tak heran jika “politik dagang sapi” atau money politics menjadi kata kunci jagat politik kita dewasa ini & “politik dagang sapi” atau money politics pun telah berakar rumput sampai wilayah politik Pemilihan Kepala Desa.
Penomena diatas tentu sangat memprihatinkan Karena cita-cita mulia menegakkan rezim politik demokratis ternyata dibajak oleh sikap yang mendewakan perilaku pragmatis dan egoistis. Adakah ini hanya eforia kebebasan yang sesaat ataukah karena Peranan Anjing yang selalu ingin mendapatkan suara banyak sehingga Uang jadi senjata ampuh untuk menaklukan  rakyat?
Akibatnya tidak ada perkembangan yang jelas ketika menggalang suara yang diandalkan materi alhasil kedepanya tidak akan menjadi jaminan untuk lebih memajukan perkembangan lebih baik di wilayah.